Cermin di Loteng

Yudha

Pada tahun 1998, sebuah keluarga kecil pindah ke rumah tua di pinggiran kota Purwokerto. Rumah itu sudah lama kosong, dan meskipun terlihat usang, harganya murah. Keluarga itu terdiri dari Pak Darto, istrinya Bu Rini, dan anak perempuan mereka yang berumur 7 tahun, Nayla.

Suatu malam, Nayla memberitahu ibunya bahwa ia melihat "ibu lain" di loteng. Bu Rini mengira itu hanya imajinasi anak kecil. Tapi malam berikutnya, Nayla kembali berkata, "Ibu yang di loteng tidak suka lampu dinyalakan."

Merasa penasaran, Pak Darto memutuskan untuk naik ke loteng. Di sana ia menemukan cermin tua yang besar, ditutupi kain lusuh. Saat kain itu dibuka, refleksi di cermin memperlihatkan ruangan loteng yang kosong — namun dengan satu perbedaan mencolok: ada seorang wanita berdiri di belakangnya, tersenyum tanpa berkedip.

Pak Darto membalikkan badan — tidak ada siapa-siapa.

Ketika ia kembali ke bawah, wajahnya pucat. Ia berkata tidak melihat apa-apa. Tapi sejak malam itu, suara langkah kaki terdengar dari atas setiap pukul 2 pagi. Kadang-kadang, terdengar suara perempuan menangis... lalu tertawa kecil.

Suatu malam, Bu Rini bangun dan mendapati Nayla berdiri di depan cermin di ruang tamu. Cermin itu ternyata sudah tidak ada di loteng. Saat ditanya sedang apa, Nayla hanya menjawab, "Dia ingin tinggal di bawah sekarang."

Sejak malam itu, cermin tersebut tidak bisa dipindahkan. Dan setiap yang menatapnya lebih dari 10 detik, mulai bermimpi tentang wanita di loteng — dan bangun dengan bekas luka goresan di tubuh mereka.

Hingga kini, rumah itu masih berdiri. Cerminnya masih di sana. Menunggu seseorang untuk memandanginya... cukup lama.


Cerita ini sepenuhnya fiksi dan untuk hiburan. Jangan membaca di depan cermin tengah malam!

Post a Comment